Hobi Kucek Mata Bisa Sebabkan Rabun Jauh
Mengucek atau menggosok-gosok mata saat terasa gatal atau ada sesuatu yang mengganjal, malah akan membuat mata terasa perih dan merah. Mata yang merah dan perih disebabkan oleh iritasi akibat gesekan saat mengucek mata. Tidak hanya itu, mengucek mata juga bisa melemahkan otot yang ada di mata.
"Mengucek mata, yoga dengan kepala di bawah, tidur dengan wajah menempel pada bantal atau berenang merupakan berbagai aktivitas yang bisa menyebabkan penekanan mata meningkat," ujar Profesor Charles McMonnies, dari UNSW School of Optometry and Vision Science, dalam jurnal yang telah dipublikasikan berjudul Optometry and Vision Science, seperti dikutip dari Science.
Pada kasus mengucek mata, terjadi efek kombinasi menutup mata dan kekuatan mengucek mata yang bisa meningkatkan tekanan lebih tinggi lagi. Mengucek dengan keras bisa meningkatkan tekanan hingga 10 kali lebih tinggi dibanding tekanan normal.
Tekanan yang normal akan memberikan konsekuensi yang sedikit, tapi tekanan pada mata yang kuat dalam jangka waktu yang lama dan terjadi secara berulang bisa memberikan kontribusi pada kerusakan mata seperti glaukoma, lebih cepat terkena rabun jauh, conical kornea atau bisa juga menyebabkan kebutaan.
Pengikut
Arsip Blog
Mengenai Saya
my best friends
Selasa, 07 Desember 2010
Biar Sahabat Tetap Awet !
A friend is a gift that you give to yourself (unknown)
Punya sahabat yang sehati dan sejalan, wah…siapa yang nggak mau? Nah, kalau sudah punya yang se’klop’ itu, biar tetap langgeng dan nggak putus di tengah jalan, ada 10 tips yang penting buat kita!!
#1. Terima Apa Adanya
Yang namanya sahabat memang harus bisa nerima sahabatnya apa adanya. Nggak masalah punya sifat atau selera music yang beda. Yang penting kita bisa saling ngertiin perbedaan masing-masing. Jangan lupa buat nerima dia apa adanya. Sahabatkan bukan harus serba sama. Justru yang beda itulah yang bikin persahabatan kita jadi makin seru.
#2. Posesif, No Way!!
Karena sudah lama berahabat, kita jadi merasa memiliki dia sepenuhnya. Giliran dia main sama orang lain, kita langsung cemburu dan posesif. Duh, jangan segitunya juga, deh. Merasa memiliki sih boleh, tapi kalau sampai mengikat pergaulan social, wah…nggak asik banget. Bergaul sama orang lain tetap penting. Masa setiap saat mau berduaansama sahabat melulu? Jadi nggak ada salahnya kok buat berteman sama yang lain juga. Seru kan kalau kita juga bisa berteman sama temen-temennya sahabat kita.
#3. Terbuka Aja
Terbuka bukan berarti semuanya mesti diceritain. Tapi lebih ke saling terbuka buat mengungkapkan apa yang ada dihati dan pikiran kita masing-masing. Jangan takut untuk saling mengkritik selagi itu memang baik dan demi kepentingan. Pada awalnya ada rasa nggak enak, tapi itu jauh lebih baik kan, dari paa ngomel-ngomel dibelakang. Pokoknya terus terang aja deh. Percaya kalau yang namanya sahabat itu selalu punya cara terbaik untuk menyampaikan isi hatinya.
#4. Attention, Please…
Perhatikan hal-hal kecil tentang sahabatmu. Mulai dari tanggal ultah, makanan kesukaan, sampai warna dan seleb favoritnya. Kamu juga mesti tahu apa aja yang nggak dia suka. Boleh juga sesekali kasih kejutan hadiah-hadiah smple. Kalau perlu bikin deh friendship day versi sediri sambil tukar-tukaan kado, pasti seru!
#5. Jaga Privasi
Ngomingin rahasia ke sahabat sih oke aja, asal kita tetep ingat privasi masing-masing. Nggak selamanya semua rahasia harus kita critain ke sahabat dan kita juga nggak boleh menuntut dia buat mencritakan rahasianya. Nggak semua orang suka lho urusan pribadinya diutak-atik. Beusaha untuk menghargai privasi masing-masing kayaknya malah bisa bikin kita jadi merasa nyaman satu sama lain.
#6. Saling Jaga Rahasia
Saling jaga rahasia itu penting banget dalam persahabatan. Namanya juga rahasia, jadi cukup kita dan sahabat kita aja yang tahu. Jangan pernah deh sekali-kali ngbocorin rahasia sahabat kita ke orang lain kalau nggak pengen hubungan jadi hancur. Selain kehilangan kepercayaan, kita juga bakal dicap ‘bocor’ gara-gara nggak bisa jaga rahasia. Uhh, rugi banget!
#7. Jaga Lidah dan Perasaan
Ini nih, yang kadang susah banget untuk dijaga. Niatnya bercanda, tapi karena nggak bisa jaga lidahnya jadinya malah melukai sahabat. Bercanda sih boleh, tapi jangan lupa liat sikon juga dong. Sedekat-dekatnya kita sama dia, kalau kondisinya lagi nggak pas, bukanya fun tapi malah jadi ribet. Makannya pintar-pintar deh baca situasi. Jangan pernah juga ngebandingin dia sama temen lain, karena itu sama aja nggak menghargain dia.
#8. Jauhi Perdebatan
Yang namanya konflik nggak pernah ada untungnya. Bukannya nambah pinter, malah cari ribut. Lagian ngapain juga berdebat yang nggak ada hubungannya sama kita? Mendingan ngerumpiin sesuatu yang bikin ketawa. Kalau sampai nyarah ke perdebatan, mending buruan ganti topic pembicaraan.dan jangan lupa minta maaf kalau memang kita yang salah.
#9. Jadi Pendengar Yang Baik
Sahabat yang baik selalu punya telinga yang siap untuk mendengarkan semua keluh kesah sahabatnya. Nggak perlu kalimat yang panjang lebar. Cukup menjadi pendengar yang baikdan berempati sama apa yang dia rasain, kita sudah membantu dia menyelesaikan masalahnya dan meringankan sedikit bebannya. Tapi ingat, seorang sahabat yang baik tetap punya telunjuk buat kasih tahu kalau memang sahabatnya salah. Jadi nggak Cuma sekedar pasang telinga aja.
#10. Jangan Main Api
Maksudnya, jangan pernah sekalipun coba-coba buat naksirsama pacar sahabat kita. Akrab sih boleh, tapi tetap haru ada batasnya. Jangan sampai saking akrabnya kita sama tuh cowok, muncul rasa suka. Kalaupun perasaan itu sampai muncul dihati kita, nggak ada pilihan lain, kita memang harus bisa menghancurkan perasaan itu demi sahabat kita!
Punya sahabat yang sehati dan sejalan, wah…siapa yang nggak mau? Nah, kalau sudah punya yang se’klop’ itu, biar tetap langgeng dan nggak putus di tengah jalan, ada 10 tips yang penting buat kita!!
#1. Terima Apa Adanya
Yang namanya sahabat memang harus bisa nerima sahabatnya apa adanya. Nggak masalah punya sifat atau selera music yang beda. Yang penting kita bisa saling ngertiin perbedaan masing-masing. Jangan lupa buat nerima dia apa adanya. Sahabatkan bukan harus serba sama. Justru yang beda itulah yang bikin persahabatan kita jadi makin seru.
#2. Posesif, No Way!!
Karena sudah lama berahabat, kita jadi merasa memiliki dia sepenuhnya. Giliran dia main sama orang lain, kita langsung cemburu dan posesif. Duh, jangan segitunya juga, deh. Merasa memiliki sih boleh, tapi kalau sampai mengikat pergaulan social, wah…nggak asik banget. Bergaul sama orang lain tetap penting. Masa setiap saat mau berduaansama sahabat melulu? Jadi nggak ada salahnya kok buat berteman sama yang lain juga. Seru kan kalau kita juga bisa berteman sama temen-temennya sahabat kita.
#3. Terbuka Aja
Terbuka bukan berarti semuanya mesti diceritain. Tapi lebih ke saling terbuka buat mengungkapkan apa yang ada dihati dan pikiran kita masing-masing. Jangan takut untuk saling mengkritik selagi itu memang baik dan demi kepentingan. Pada awalnya ada rasa nggak enak, tapi itu jauh lebih baik kan, dari paa ngomel-ngomel dibelakang. Pokoknya terus terang aja deh. Percaya kalau yang namanya sahabat itu selalu punya cara terbaik untuk menyampaikan isi hatinya.
#4. Attention, Please…
Perhatikan hal-hal kecil tentang sahabatmu. Mulai dari tanggal ultah, makanan kesukaan, sampai warna dan seleb favoritnya. Kamu juga mesti tahu apa aja yang nggak dia suka. Boleh juga sesekali kasih kejutan hadiah-hadiah smple. Kalau perlu bikin deh friendship day versi sediri sambil tukar-tukaan kado, pasti seru!
#5. Jaga Privasi
Ngomingin rahasia ke sahabat sih oke aja, asal kita tetep ingat privasi masing-masing. Nggak selamanya semua rahasia harus kita critain ke sahabat dan kita juga nggak boleh menuntut dia buat mencritakan rahasianya. Nggak semua orang suka lho urusan pribadinya diutak-atik. Beusaha untuk menghargai privasi masing-masing kayaknya malah bisa bikin kita jadi merasa nyaman satu sama lain.
#6. Saling Jaga Rahasia
Saling jaga rahasia itu penting banget dalam persahabatan. Namanya juga rahasia, jadi cukup kita dan sahabat kita aja yang tahu. Jangan pernah deh sekali-kali ngbocorin rahasia sahabat kita ke orang lain kalau nggak pengen hubungan jadi hancur. Selain kehilangan kepercayaan, kita juga bakal dicap ‘bocor’ gara-gara nggak bisa jaga rahasia. Uhh, rugi banget!
#7. Jaga Lidah dan Perasaan
Ini nih, yang kadang susah banget untuk dijaga. Niatnya bercanda, tapi karena nggak bisa jaga lidahnya jadinya malah melukai sahabat. Bercanda sih boleh, tapi jangan lupa liat sikon juga dong. Sedekat-dekatnya kita sama dia, kalau kondisinya lagi nggak pas, bukanya fun tapi malah jadi ribet. Makannya pintar-pintar deh baca situasi. Jangan pernah juga ngebandingin dia sama temen lain, karena itu sama aja nggak menghargain dia.
#8. Jauhi Perdebatan
Yang namanya konflik nggak pernah ada untungnya. Bukannya nambah pinter, malah cari ribut. Lagian ngapain juga berdebat yang nggak ada hubungannya sama kita? Mendingan ngerumpiin sesuatu yang bikin ketawa. Kalau sampai nyarah ke perdebatan, mending buruan ganti topic pembicaraan.dan jangan lupa minta maaf kalau memang kita yang salah.
#9. Jadi Pendengar Yang Baik
Sahabat yang baik selalu punya telinga yang siap untuk mendengarkan semua keluh kesah sahabatnya. Nggak perlu kalimat yang panjang lebar. Cukup menjadi pendengar yang baikdan berempati sama apa yang dia rasain, kita sudah membantu dia menyelesaikan masalahnya dan meringankan sedikit bebannya. Tapi ingat, seorang sahabat yang baik tetap punya telunjuk buat kasih tahu kalau memang sahabatnya salah. Jadi nggak Cuma sekedar pasang telinga aja.
#10. Jangan Main Api
Maksudnya, jangan pernah sekalipun coba-coba buat naksirsama pacar sahabat kita. Akrab sih boleh, tapi tetap haru ada batasnya. Jangan sampai saking akrabnya kita sama tuh cowok, muncul rasa suka. Kalaupun perasaan itu sampai muncul dihati kita, nggak ada pilihan lain, kita memang harus bisa menghancurkan perasaan itu demi sahabat kita!
Merancang dan Mengelola Jasa
Merancang dan Mengelola Jasa
Latar Belakang
Dalam pemasaran, kita tahu bahwa produk yang dihasilkan suatu perusahaan bisa berupa barang (goods) dan jasa (service). Pandangan ini perlu dipahami dengan seksama. Kita mudah sekali terjebak ke pandangan produk fisik yang terbatas. Yang kita inginkan adalah memikirkan suatu produk dari segi kebutuhan yang akan dipuaskan oleh produk itu. Jika sasaran perusahaan ingin memuaskan kebutuhan pelanggannya, jasa bias merupakan sebagian dari produk atau jasaitu sendiri merupakan produknya dan haus disajikan sebagai bagian dari pemasaran secara total.
Tetapi ketika perekonomian semakin maju dan perusahaan-perusahaan merasa makin sulit melakukan diferensiasi produk-produk fisiknya, maka mereka akan semakin meningkatkan proporsi kegiatan mereka yang difokuskan pada produksi jasa. Jasa merupakan setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Perekonomian Amerika Serikat dewasa ini mempunyai perbandingan bauran jasa dan barang sebesar 70-30. Jasa mencakup hasil kerja perusahaan-perusahaan penerbangan, hotel, sewa mobil, tukang cukur dan ahli kecantikan, orang-orang yang melakukan pemeliharaan dan perbaikan, juga para professional yang bekerja dalam atau untuk perusahaan, seperti akuntan, pengacara, insinyur, dokter, pemrogram perangkat lunak, dan konsultan manajemen. Tetapi banyak juga tawaran pasar yang terdiri dari bauran variable barang dan jasa. Pada restoran makanan siap saji misalnya, pelanggan mengkonsumsi baik produk maupun jasa.
Dari sinilah maka banyak perusahaan jasa yang berlomba-lomba untuk menetapkan strategi pemasaran pada perusahaannya. Misalnya perusahaan mencoba mempertunjukkan mutu jasa mereka melalui bukti fisik dan penyajian. Perusahaan jasa dapat memilih dari berbagai proses yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi bidang jasa dipengaruhi oleh lebih beberapa elemen jasa tersebut. Menurut Gronroos pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasarn eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif atau informasi dua arah.
Perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan. Setelah menerima jasa, pelanggan akan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pelanggan tidak berminat lagi terhadap penyedia itu. Tetapi jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
PEMBAHASAN
Pengertian dan Karakteristik Jasa
Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong (1993:494) jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Sementara itu Robert D. Reid (1989:29) memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud. Tidak seperti produk yang berwujud jasa bukan barang fisik, tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan langsung antara individu. Christian Gonroos (1990:27) mencoba memadukan pengertian jasa sebagai aktivitas dari suatu hakikat yang tidak berwujud yang berinteraksi antara konsumen dan pemberi jasa dan sumber daya fisik atau barang dan system yang memberikan jasa, yang memberikan solusi bagi masalah-masalah konsumen.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa jasa mempunyai beberapa karkteristik. Menurut Philip Kotler (1994:466), ada empat karekteristik utama jasa yang berpengaruh besar pada perencanaan program pemasaran yaitu:
1. Intangibility (tidak berwujud).
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda, maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Untuk mengurangi ketidakpastian, para konumen akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai mutu jasa dari alat pemasaran seperti tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, symbol dan harga yang mereka lihat. Oleh karena itu tugas penyedia jasa akan mengelola bukti itu untuk mewujudkan yang tidak berwujud.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan).
Kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin atau teknologi. Maksudnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, lalu didistribusikan melewati berbagai penjual dan kemudian baru dikonsumsi. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka penyedianya merupakan bagian dari jasa itu.
3. Variability (berubah-ubah atau bervariasi).
Kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin atau peralatan berbeda-beda, tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan. Pembeli jasa menyadari keragaman yang tinggi itu dan sering membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa. Contoh; delivery order
4. Perishability (tidak tahan lama).
Bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan jasa selalu ada dan berjalan lancar. Sedangkan apabila permintaan turun, maka masalah yang sulit akan segera muncul.
Sementara itu Lovelock (1984:30) menyatakan bahwa jasa mempunyai tiga karakteristik utama :
1. More intangible than tangible (cenderung tidak berwujud).
Jasa merupakan perbuatan, penampilan, atau suatu usaha sehingga bila konsumen membeli jasa maka umumnya jasa tersebut tidak berwujud, tetapi bila konsumen membeli suatu barang maka pada umumnya barang tersebut berwujud sehingga dapat dipakai atau ditempatkan disuatu tempat.
2. Simultaneous production and consumption (produksi dan konsumsi serentak). Jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam waktu yang sama artinya penyedia jasa hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung.
3. Less standardized and uniform (kurang terstandarisasi dan seragam).
Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan (equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan hasil jasa yang menggunakan peralatan.
Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dan beragam dalam mengevaluasi kualitas jasa (service quality) dibandingkan dengan mengevaluasi kualitas barang (good quality). Konsumen tidak hanya mengevaluasi kualitas jasa pada hasilnya saja, tetapi juga akan mempertimbangkan penyampaiannya.
Merancang dan Mengelola Jasa Pada Perusahaan Jasa
Perusahaan yang memberikan pelayanan bermutu tinggi tidak akan diragukan lagi dalam mengungguli pesaing yang kurang berorientasi pada pelayanan. Perusahaan yang bermutu jasa tinggi mampu mengenakan harga lebih tinggi, tumbuh lebih cepat dan menghasilkan lebih banyak keuntungan karena kekuatan mutu jasa mereka yang lebih unggul. Perusahaan harus mengidentifikasi jasa yang memiliki nilai paling tinggi oleh pelanggan dan kepentingan relatifnya dengan menawarkan dan menetapkan harga pelayanan pendukung dengan cara yang berbeda.
Perusahaan harus mengetahui beberapa strategi dalam merancang dan mengelola jasa, yaitu berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality), bagaimana cara penyampaian jasa (functional quality), dan ditambah dengan kesan baik atau kesan buruk mengenai perusahaan (corporate image) yang terbentuk dalam benak konsumen sebelum atau sesudah mengkonsumsi jasa. Apabila harapannya sesuai dengan apa yang dirasakan setelah mengkonsumsi jasa tersebut, berarti kualitas jasa itu baik. Jelaslah bahwa kualitas jasa tersebut dapat diukur dari kepuasan konsumen yang ditentukan oleh penilaiannya terhadap jasa tersebut (total perceived quality). Citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan melalui sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumenlah yang menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang dan mengelola jasa yaitu:
1. Meningkatkan differensiasi kompetitif pesaing
Di dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam, perusahaan dapat menciptakan inovatif dan citra yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya. Penciptaan inovatif ini harus dikembangkan sesuai dengan keinginan konsumen dan secara agresif harus lebih dahulu dari pesaing dan bukan meniru pesaing.
2. Meningkatkan mutu jasa
Kunci keberhasilan dalam pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi pengharapan konsumen sasaran mengenai mutu jasa. Pengharapan konsumen tersebut suatu citra di mata konsumen, sehingga menjadi buah pembicaraan rekan-rekan konsumen lainnya. Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu bentuk pengharapan konsumen tersebut. Para peneliti menemukan bahwa ada lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya, yaitu keandalan, daya tangkap, kepastian, empati, dan berwujud.
Ada 10 faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan (service quality), yaitu:
a. Kesiapan sarana jasa (access)
b. Komunikasi harus baik (communication)
c. Karyawan yang terampil (competence)
d. Hubungan baik dengan konsumen (courtesy)
e. Perusahaan dan karyawan harus berorientasi pada konsumen (credibility)
f. Harus konsisten dan cermat (responsiveness)
g. Cepat tanggap (responsiveness)
h. Keamanan konsumen terjaga (security)
i. Harus bisa dilihat (tangibles)
j. Memahami keinginan konsumen (understanding knowing the costumer)
3. Meningkatkan produktifitas
Keuntungan dari meningkatkan produktifitas jasa adalah untuk peningkatan pasar (Market Gain). Mutu produk atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk (baik barang maupun jasa) tersebut makin dikenal sehingga permintaan pasar meningkat dan keuntungan perusahaan juga meningkat. Keuntungan kedua adalah penghematan biaya (Cost Saving). Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya produksi atau service. Dalam meningkatkan produktifitas jasa dapat dilakukan dengan; bekerja keras dengan keterampilan yang tinggi, meningkatkan kuantitas jasa, menindustrikan jasa maksudnya lebih memperluas aktivitas bisnis jasa tersebut dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih, merancang jasa yang lebih efektif, mempertahankan mutu pelayanan jasa, memberikan insentif pada pelanggan. Untuk membuktikan baik tidaknya produktifitas kualitas suatu produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen. Jasfar (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan terhadap suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut.
4. Mengelola jasa pendukung produk
Sejauh ini kita memusatkan perhatian pada industri jasa. Yang tidak kalah penting adalah industri berbasis produk yang harus menyediakan sekumpulan jasa bagi pelanggannya. Produsen peralatan rumah tangga kecil, peralatan kantor, traktor, komputer mainframe, pesawat terbang semua harus menyediakan jasa pendukung produk bagi pembeli. Pada kenyataannya jasa pendukung produk sedang menjadi medan pertempuran utama untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Perusahaan yang memberikan pelayanan berkualitas tinggi tidak diragukan lagi akan mengungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pelayanan. Contohnya perusahaan jasa yang menawarkan garansi untuk mendorong penjualan. Jaminan merupakan pernyataan formal mengenai kenerja produk yang diharapkan dari perusahaan manufaktur. Produk dengan jaminan dapat dikembalikan ke pusat reparasi untuk perbaikan, penggantian, atau pengembalian uang.
Garansi sangat efektif dalam dua situasi. Pertama, perusahaan atau produknya tidak terkenal. Misalnya suatu perusahaan mungkin mengembangkan dan menawarkan suatu cairan yang mengklaim dapat menghilangkan noda paling bandel dari karpet. Suatu “garansi uang akan kembali jika tidak puas” akan memberikan keyakinan pada para pembeli untuk membeli produk itu. Situasi kedua adalah bila kualitas produk itu unggul dibandingkan saingan. Di sini perusahaan dapat memperoleh untung dengan memberikan garansi kinerja yang unggul karena perusahaan tahu bahwa para pesaingnya tidak dapat menawarkan garansi yang sama.
Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa
Perusahaan jasa ternama “terobsesi pada pelanggan”. Mereka memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran mereka dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan. Mereka mengembangkan suatu strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan ini menghasilkan kesetiaan pelanggan. Tetapi banyak perusahaan jasa yang bersifat kecil tidak menggunakan teknik manajemen atau pemasaran formal. Begitu juga perusahaan professional yang dulunya perusahaan-perusahaan tersebut yakin bahwa menggunakan pemasaran itu tidak professional. Dunia bisnis lainnya menghadapi permintaan yang sangat banyak atau persaingan yang sangat sedikit hingga saat ini mereka tidak melihat perlunya pemasaran. Booms dan Bitner menyarankan 3P yang terlibat dalam pemasaran jasa yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process).
Perusahaan-perusahaan mencoba mempertunjukkan mutu jasa mereka melalui bukti fisik dan penyajian. Perusahaan jasa dapat memilih dari berbagai proses yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan. Menurut Gronroos pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif atau informasi dua-arah, yaitu:
1. Pemasaran Eksternal
Strategi pemasaran eksternal ini dikenal dengan 7 P (product, price, place, promotion, process, personil, and physical facility). Menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi, dan mempromosikan jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, maka pelanggan akan ‘terikat’ dengan perusahaan, sehingga laba jangka panjang bisa terjamin.
2. Pemasaran Internal
Menggambarkan tugas perusahaan dalam rangka melatih dan memotivasi para karyawan (sebagai aset utama perusahaan dan ujung tombak pelayanan) agar dapat melayani para pelanggan dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaan dan pengakuan yang sepadan dan manusiawi. Aspek ini bisa membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas, dan rasa ‘memiliki’ setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
3. Pemasaran Interaktif
Menggambarkan interaksi antara pelanggan dan karyawan. Sebab kepuasan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa. Misalnya, restorannya yang megah dan makanannya yang bergizi. Tetapi juga harus dipadukan dengan melakukan service quality improvement kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan supaya peningkatan pelayanan benar-benar meyakinkan. Bila ini terealisasi, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan dengan karyawan dan perusahaan yang bersangkutan.
Keberhasilan pemasaran jasa sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan masyarakat. Semakin maju sebuah negara maka semakin banyak permintaan akan jasa. Hal tersebut sejalan dengan hierarki kebutuhan manusia yang mula-mula dari fisiologis bergerak pada perwujudan diri. Dengan demikian suatu negara yang hendak memaksimalkan pelayanan jasa, hendaknya masyarakat dari negara tersebut sudah berpendapatan tinggi atau upah minimal regional mengalami peningkatan. Sehingga tingkat konsumsi akan jasa akan semakin tinggi.
Latar Belakang
Dalam pemasaran, kita tahu bahwa produk yang dihasilkan suatu perusahaan bisa berupa barang (goods) dan jasa (service). Pandangan ini perlu dipahami dengan seksama. Kita mudah sekali terjebak ke pandangan produk fisik yang terbatas. Yang kita inginkan adalah memikirkan suatu produk dari segi kebutuhan yang akan dipuaskan oleh produk itu. Jika sasaran perusahaan ingin memuaskan kebutuhan pelanggannya, jasa bias merupakan sebagian dari produk atau jasaitu sendiri merupakan produknya dan haus disajikan sebagai bagian dari pemasaran secara total.
Tetapi ketika perekonomian semakin maju dan perusahaan-perusahaan merasa makin sulit melakukan diferensiasi produk-produk fisiknya, maka mereka akan semakin meningkatkan proporsi kegiatan mereka yang difokuskan pada produksi jasa. Jasa merupakan setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Perekonomian Amerika Serikat dewasa ini mempunyai perbandingan bauran jasa dan barang sebesar 70-30. Jasa mencakup hasil kerja perusahaan-perusahaan penerbangan, hotel, sewa mobil, tukang cukur dan ahli kecantikan, orang-orang yang melakukan pemeliharaan dan perbaikan, juga para professional yang bekerja dalam atau untuk perusahaan, seperti akuntan, pengacara, insinyur, dokter, pemrogram perangkat lunak, dan konsultan manajemen. Tetapi banyak juga tawaran pasar yang terdiri dari bauran variable barang dan jasa. Pada restoran makanan siap saji misalnya, pelanggan mengkonsumsi baik produk maupun jasa.
Dari sinilah maka banyak perusahaan jasa yang berlomba-lomba untuk menetapkan strategi pemasaran pada perusahaannya. Misalnya perusahaan mencoba mempertunjukkan mutu jasa mereka melalui bukti fisik dan penyajian. Perusahaan jasa dapat memilih dari berbagai proses yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi bidang jasa dipengaruhi oleh lebih beberapa elemen jasa tersebut. Menurut Gronroos pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasarn eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif atau informasi dua arah.
Perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan. Setelah menerima jasa, pelanggan akan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pelanggan tidak berminat lagi terhadap penyedia itu. Tetapi jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
PEMBAHASAN
Pengertian dan Karakteristik Jasa
Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong (1993:494) jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Sementara itu Robert D. Reid (1989:29) memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud. Tidak seperti produk yang berwujud jasa bukan barang fisik, tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan langsung antara individu. Christian Gonroos (1990:27) mencoba memadukan pengertian jasa sebagai aktivitas dari suatu hakikat yang tidak berwujud yang berinteraksi antara konsumen dan pemberi jasa dan sumber daya fisik atau barang dan system yang memberikan jasa, yang memberikan solusi bagi masalah-masalah konsumen.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa jasa mempunyai beberapa karkteristik. Menurut Philip Kotler (1994:466), ada empat karekteristik utama jasa yang berpengaruh besar pada perencanaan program pemasaran yaitu:
1. Intangibility (tidak berwujud).
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda, maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Untuk mengurangi ketidakpastian, para konumen akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai mutu jasa dari alat pemasaran seperti tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, symbol dan harga yang mereka lihat. Oleh karena itu tugas penyedia jasa akan mengelola bukti itu untuk mewujudkan yang tidak berwujud.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan).
Kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin atau teknologi. Maksudnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, lalu didistribusikan melewati berbagai penjual dan kemudian baru dikonsumsi. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka penyedianya merupakan bagian dari jasa itu.
3. Variability (berubah-ubah atau bervariasi).
Kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin atau peralatan berbeda-beda, tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan. Pembeli jasa menyadari keragaman yang tinggi itu dan sering membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa. Contoh; delivery order
4. Perishability (tidak tahan lama).
Bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan jasa selalu ada dan berjalan lancar. Sedangkan apabila permintaan turun, maka masalah yang sulit akan segera muncul.
Sementara itu Lovelock (1984:30) menyatakan bahwa jasa mempunyai tiga karakteristik utama :
1. More intangible than tangible (cenderung tidak berwujud).
Jasa merupakan perbuatan, penampilan, atau suatu usaha sehingga bila konsumen membeli jasa maka umumnya jasa tersebut tidak berwujud, tetapi bila konsumen membeli suatu barang maka pada umumnya barang tersebut berwujud sehingga dapat dipakai atau ditempatkan disuatu tempat.
2. Simultaneous production and consumption (produksi dan konsumsi serentak). Jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam waktu yang sama artinya penyedia jasa hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung.
3. Less standardized and uniform (kurang terstandarisasi dan seragam).
Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan (equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan hasil jasa yang menggunakan peralatan.
Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dan beragam dalam mengevaluasi kualitas jasa (service quality) dibandingkan dengan mengevaluasi kualitas barang (good quality). Konsumen tidak hanya mengevaluasi kualitas jasa pada hasilnya saja, tetapi juga akan mempertimbangkan penyampaiannya.
Merancang dan Mengelola Jasa Pada Perusahaan Jasa
Perusahaan yang memberikan pelayanan bermutu tinggi tidak akan diragukan lagi dalam mengungguli pesaing yang kurang berorientasi pada pelayanan. Perusahaan yang bermutu jasa tinggi mampu mengenakan harga lebih tinggi, tumbuh lebih cepat dan menghasilkan lebih banyak keuntungan karena kekuatan mutu jasa mereka yang lebih unggul. Perusahaan harus mengidentifikasi jasa yang memiliki nilai paling tinggi oleh pelanggan dan kepentingan relatifnya dengan menawarkan dan menetapkan harga pelayanan pendukung dengan cara yang berbeda.
Perusahaan harus mengetahui beberapa strategi dalam merancang dan mengelola jasa, yaitu berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality), bagaimana cara penyampaian jasa (functional quality), dan ditambah dengan kesan baik atau kesan buruk mengenai perusahaan (corporate image) yang terbentuk dalam benak konsumen sebelum atau sesudah mengkonsumsi jasa. Apabila harapannya sesuai dengan apa yang dirasakan setelah mengkonsumsi jasa tersebut, berarti kualitas jasa itu baik. Jelaslah bahwa kualitas jasa tersebut dapat diukur dari kepuasan konsumen yang ditentukan oleh penilaiannya terhadap jasa tersebut (total perceived quality). Citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan melalui sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumenlah yang menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang dan mengelola jasa yaitu:
1. Meningkatkan differensiasi kompetitif pesaing
Di dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam, perusahaan dapat menciptakan inovatif dan citra yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya. Penciptaan inovatif ini harus dikembangkan sesuai dengan keinginan konsumen dan secara agresif harus lebih dahulu dari pesaing dan bukan meniru pesaing.
2. Meningkatkan mutu jasa
Kunci keberhasilan dalam pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi pengharapan konsumen sasaran mengenai mutu jasa. Pengharapan konsumen tersebut suatu citra di mata konsumen, sehingga menjadi buah pembicaraan rekan-rekan konsumen lainnya. Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu bentuk pengharapan konsumen tersebut. Para peneliti menemukan bahwa ada lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya, yaitu keandalan, daya tangkap, kepastian, empati, dan berwujud.
Ada 10 faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan (service quality), yaitu:
a. Kesiapan sarana jasa (access)
b. Komunikasi harus baik (communication)
c. Karyawan yang terampil (competence)
d. Hubungan baik dengan konsumen (courtesy)
e. Perusahaan dan karyawan harus berorientasi pada konsumen (credibility)
f. Harus konsisten dan cermat (responsiveness)
g. Cepat tanggap (responsiveness)
h. Keamanan konsumen terjaga (security)
i. Harus bisa dilihat (tangibles)
j. Memahami keinginan konsumen (understanding knowing the costumer)
3. Meningkatkan produktifitas
Keuntungan dari meningkatkan produktifitas jasa adalah untuk peningkatan pasar (Market Gain). Mutu produk atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk (baik barang maupun jasa) tersebut makin dikenal sehingga permintaan pasar meningkat dan keuntungan perusahaan juga meningkat. Keuntungan kedua adalah penghematan biaya (Cost Saving). Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya produksi atau service. Dalam meningkatkan produktifitas jasa dapat dilakukan dengan; bekerja keras dengan keterampilan yang tinggi, meningkatkan kuantitas jasa, menindustrikan jasa maksudnya lebih memperluas aktivitas bisnis jasa tersebut dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih, merancang jasa yang lebih efektif, mempertahankan mutu pelayanan jasa, memberikan insentif pada pelanggan. Untuk membuktikan baik tidaknya produktifitas kualitas suatu produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen. Jasfar (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan terhadap suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut.
4. Mengelola jasa pendukung produk
Sejauh ini kita memusatkan perhatian pada industri jasa. Yang tidak kalah penting adalah industri berbasis produk yang harus menyediakan sekumpulan jasa bagi pelanggannya. Produsen peralatan rumah tangga kecil, peralatan kantor, traktor, komputer mainframe, pesawat terbang semua harus menyediakan jasa pendukung produk bagi pembeli. Pada kenyataannya jasa pendukung produk sedang menjadi medan pertempuran utama untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Perusahaan yang memberikan pelayanan berkualitas tinggi tidak diragukan lagi akan mengungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pelayanan. Contohnya perusahaan jasa yang menawarkan garansi untuk mendorong penjualan. Jaminan merupakan pernyataan formal mengenai kenerja produk yang diharapkan dari perusahaan manufaktur. Produk dengan jaminan dapat dikembalikan ke pusat reparasi untuk perbaikan, penggantian, atau pengembalian uang.
Garansi sangat efektif dalam dua situasi. Pertama, perusahaan atau produknya tidak terkenal. Misalnya suatu perusahaan mungkin mengembangkan dan menawarkan suatu cairan yang mengklaim dapat menghilangkan noda paling bandel dari karpet. Suatu “garansi uang akan kembali jika tidak puas” akan memberikan keyakinan pada para pembeli untuk membeli produk itu. Situasi kedua adalah bila kualitas produk itu unggul dibandingkan saingan. Di sini perusahaan dapat memperoleh untung dengan memberikan garansi kinerja yang unggul karena perusahaan tahu bahwa para pesaingnya tidak dapat menawarkan garansi yang sama.
Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa
Perusahaan jasa ternama “terobsesi pada pelanggan”. Mereka memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran mereka dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan. Mereka mengembangkan suatu strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan ini menghasilkan kesetiaan pelanggan. Tetapi banyak perusahaan jasa yang bersifat kecil tidak menggunakan teknik manajemen atau pemasaran formal. Begitu juga perusahaan professional yang dulunya perusahaan-perusahaan tersebut yakin bahwa menggunakan pemasaran itu tidak professional. Dunia bisnis lainnya menghadapi permintaan yang sangat banyak atau persaingan yang sangat sedikit hingga saat ini mereka tidak melihat perlunya pemasaran. Booms dan Bitner menyarankan 3P yang terlibat dalam pemasaran jasa yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process).
Perusahaan-perusahaan mencoba mempertunjukkan mutu jasa mereka melalui bukti fisik dan penyajian. Perusahaan jasa dapat memilih dari berbagai proses yang berbeda-beda dalam memberikan pelayanan. Menurut Gronroos pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif atau informasi dua-arah, yaitu:
1. Pemasaran Eksternal
Strategi pemasaran eksternal ini dikenal dengan 7 P (product, price, place, promotion, process, personil, and physical facility). Menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi, dan mempromosikan jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, maka pelanggan akan ‘terikat’ dengan perusahaan, sehingga laba jangka panjang bisa terjamin.
2. Pemasaran Internal
Menggambarkan tugas perusahaan dalam rangka melatih dan memotivasi para karyawan (sebagai aset utama perusahaan dan ujung tombak pelayanan) agar dapat melayani para pelanggan dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaan dan pengakuan yang sepadan dan manusiawi. Aspek ini bisa membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas, dan rasa ‘memiliki’ setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
3. Pemasaran Interaktif
Menggambarkan interaksi antara pelanggan dan karyawan. Sebab kepuasan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa. Misalnya, restorannya yang megah dan makanannya yang bergizi. Tetapi juga harus dipadukan dengan melakukan service quality improvement kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan supaya peningkatan pelayanan benar-benar meyakinkan. Bila ini terealisasi, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan dengan karyawan dan perusahaan yang bersangkutan.
Keberhasilan pemasaran jasa sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan masyarakat. Semakin maju sebuah negara maka semakin banyak permintaan akan jasa. Hal tersebut sejalan dengan hierarki kebutuhan manusia yang mula-mula dari fisiologis bergerak pada perwujudan diri. Dengan demikian suatu negara yang hendak memaksimalkan pelayanan jasa, hendaknya masyarakat dari negara tersebut sudah berpendapatan tinggi atau upah minimal regional mengalami peningkatan. Sehingga tingkat konsumsi akan jasa akan semakin tinggi.
Komponen Belajar dan Pembelajaran
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia, karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik. Tentu sangat logis bagi manusia memilih jalur pendididkan untuk meningkatkan potensi belajarnya. Titik berat pendidikan masa-masa mendatang adalah peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar untuk semua jenjang dan jenis pendidikan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru juga berorientasi pada strategi pembelajaran dan pengembangan kurikulum.
Sebagai guru professional, diharapkan guru memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana yang berkaitan dengan belajar dan pembelajaran agar dapat menemukan masalah-masalah kesulitan belajar dan memecahkan masalah-masalah tersebut dengan melekukan bimbingan belajar. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut secara profesional guru dapat melakukan evaluasi pembelajaran dengan melakukan test hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
Mempelajari ilmu mendidik menurut M.J. Laugeveld berarti mengubah diri sendiri, artinya dengan mempelajari ilmu mendidik seseorang dapat membenahi tindakan-tindakannya, sehinggga terhindar dari kesalahan-kesalahan mendidik. Pendidikan itu adalah proses jangka panjang, memerlukan waktu lama untuk melihat hasilnya. Sehingga jika terjadi salah didik hal itu tidak segera dapat diketahui. Karena itu teori belajar dan pembelajaran yang digunakan harus benar-benar sesuatu yang diperhitungkan dengan cermat. Teori tersebut dipakai sebagai pedoman yang memungkinkan dilakukannya antisipasi ke masa depan. Menurut M.J. Laugeveld bahwa membahas pendidka berarti memahami bagaimana implementasi proses pengoprasian nilai-nilai, dengan menggunakan metode dan pendekatan fenomenologis.
Berkaitan dengan konsep belajar, banyak orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mencari ilmu atau menuntut ilmu saja. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah tingkah laku menyerap ilmu pengetahuan. Pendapat demikian tentu tidak salah, karena belajar itu akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang tampak pada kemampuan sebagai hasil belajar. Prinsip ini juga berlaku pada pendidikan inklusi, karena bagi mereka yang mengikuti pendidikan inklusi juga diarapkan akan tampak kemampuan yang berarti sebagai hasil belajarnay di sekolah. Kemampuan yang diperoleh ini, tentu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang mengikuti pendidikan inklusi.
Untuk memperlancar proses belajar diperlukan pengetahuan mengenai teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran guna untuk menentukan pendekatan yang sesuai, baik dilihat dari bidang keilmuan maupun anak didik sebagai subjek belajar. Komponen-komponen belajar tersebut memberi kontribusi bagi para pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnaya. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran dapat dirasakan manfaatnya bagi peserta didik. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan memaparkan uraian tentang “Komponen-Komponen Belajar dan Pembelajaran”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi dalam pembelajaran?
2. Apa saja fungsi dan jenis dari media pembelajaran?
3. Apa saja diagnostik kesulitan belajar dan bimbingan belajar?
4. Bagaimana evaluasi dalam pembelajaran?
5. Bagaimana pengembangan kurikulum dalam pembelajaran?
6. Apa yang dimaksud pendidikan inklusi dan apa saja model pendidikan inklusi?
7. Apa saja teori belajar?
8. Apa saja teori pembelajaran?
9. Bagaimana contoh RPP?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi dalam pembelajaran.
2. Untuk mengetahui fungsi dan jenis dari media pembelajaran.
3. Untuk mengetahui diagnostik kesulitan belajar dan bimbingan belajar.
4. Untuk mengetahui evaluasi dalam pembelajaran.
5. Untuk mengetahui pengembangan kurikulumdalam pembelajaran.
6. Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusi dan apa saja model pendidikan inklusi.
7. Untuk mengetahui macam-macam teori belajar.
8. Untuk mengetahui macam-macam teori pembelajaran.
9. Untuk mengetahui bagaimana contoh RPP.
PEMBAHASAN
2.1 Strategi Pembelajaran
Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan strategi pembelajaran adalah pola-pola kegiatan guru, murid dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan, antara lain:
- Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik seperti bagaimana yang diharapkan.
- Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
- Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling efektif dan tepat, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
- Menetapkan norma-norma dan kriteria keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik sebagai penyempurna sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Untuk mencapai suatu tujuan kegiatan pembelajaran, seorang guru yang berperan sebagai pengajar skaligus pembimbing harus memperhatikan komponen-komponen dalam kegiatan belajar mengajar antara lain tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode yang digunakan, media pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Dengan memperhatikan komponen-komponen tersebut diharapkan sasaran kegiatan belajar mengajar dapat terwujud yaitu untuk membentuk peserta didik yang berkepribadian baik, mampu berfikir aktif dan kreatif. Ada tiga pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi pembelajaran, yaitu:
- Tahap Permulaan (Prainstruksional) adalah tahap persiapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Tujuan tahap ini pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diberikan dan menumbuhkan kondisi belajar yang efektif. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa.
- Tahap Pengajaran (Instruksional) adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Misalnya: menjelaskan pada siswa tujuan dari pembelajaran, menuliskan pokok materi yang akan dibahas, penggunaan alat bantu pengajaran, menyimpulkan hasil pembahasan.
- Tahap Evaluasi atau Tindak Lanjut, tujuan tahap ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahap kedua.
Ketiga tahap diatas merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Disinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru dalammelaksanakan strategi pembelajaran.
2.2 Media Pembelajaran
Dewasa ini media dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
- Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
- Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan: obyek terlalu besar; obyek terlalu kecil; obyek yang terlalu kompleks; obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
- Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
- Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
- Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
- Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
- Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Jenis media pembelajaran, yaitu:
- Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik.
- Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
- Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya.
- Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya; ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketresediaan; dan mutu teknis.
2.3 Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, objek, orang, dan masih banyak lagi (Davis,1981:3). Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1). Dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, objek, orang, dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.
Kegiatan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran atau pendidikan. Evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar adalah proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, kemudian tingkat keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai, atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian atau pengukuran.
Antara evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran terdapat perbedaan yang mendasar. Evaluasi hasil belajar menekankan pada perolehan informasi, yaitu seberapa banyak perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Sehingga evaluasi hasil belajar menetapkan baik buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara optimal. Dengan demikian evaluasi pembelajaran menetapkan baik buruknya proses dari kegiatan pembelajaran.
Kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integratif, artinya setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi. Evaluasi dalam proses pendidikan dituntut memenuhi syarat-syarat berupa kesahihan (validitas), keterandalan (kepercayaan), dan kepraktisan. Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran adalah:
- Evaluasi pembelajaran untuk pengembangan. Maksudnya evaluasi pembelajaran sedang menjalankan fungsi formatif. Hal ini bertitik tolak dari pandangan bahwa fungsi formatif evaluasi dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memoerbaiki bagian tertentu bagian kurikulum yangsedang dikembangkan (Hasan,1988:39).
- Evaluasi pembelajaran untuk akreditasi. Ini dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.
Kegiatan evaluasi pembelajaran melalui tahap-tahap yaitu tahap penyusunan rencana, tahap penyusunan istrumen, tahap pengumpulan data, tahap analisa data, tahap penyusunan laporan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran tidak hanya dilakukan oleh seorang guru sendirian. Pelaksana atau evaluator evaluasi pembelajaran adalah tim yang tediri dari beberapa orang ahli. Tetapi sebagai seorang guru profesional hendaknya dapat melakukan keghiatan evaluasi pembelajaran dengan baik sesuai dengan tahap-tahap evaluasi.
2.4 Diagnostik Kesulitan Belajar dan Bimbingan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndik dan Hagen (Abidin S.M.,2002:307), diagnostik dapat diartikan sebagai:
- Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan study yang seksama mengenai gejala-gejalanya.
- Study yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik yang esensial.
- Keputusan yang dicapai setelah melaakukan suatu study yang seksama atas gejala-gejala tentang suatu hal.
Dengan demikian dapat disimpulakan proses diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tinadak pemecahannya.
Ada beberapa pendapat mengenai kesulitan belajar. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, maupun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Martdiyanti dkk. menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya. Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
- Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
- Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
- Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
- Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
- Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut:
- Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
- Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah dari pada sebelumnya.
- Hasil belajar yang dicapai tidak sebanding dengan usaha yang dilakukan.
- Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
- Menunjukkan sikap yang kurang wajar. Masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
- Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma. Misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
- Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, dan bertindak agresif.
Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa:
- Faktor Internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor kejiwaan, antara lain: kurangnya minat akan belajar, motifasi belajar rendah, kurangnya rasa percaya diri, disiplin pribadi rendah, sering meremehkan persoalan, sering mengalami konflik psikis, dan integritas kepribadian lemah.
b. Faktor Kejasmanian, antara lain: keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit), adanya gangguan pada fungsi indera, dan kelelahan secara fisik.
2. Faktor Eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar yang berangkutan. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.Faktor Instrumental, antara lain: kemampuan profesional pendidik yang tidak memadai, kurikulum yang terlalu berat, program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik, dan fasilitas belajar yang tidak memadai.
b.Faktor lingkungan, antara lain: keadaan lingkungan keluarga yang tidak harmonis, lingkungan sosial yang tidak kondusif, teman bergaul yang tidak baik.
Diagnosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley (Abin S.M., 2002 : 309), tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah:
- Mengidentifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
- Melokasikan letak kesulitan belajar.
- Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
- Memperkirakan alternatif pertolongan.
- Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar.
- Pelaksanaan pemberian pertolongan.
Seorang pendidik berperan penting dalam upaya menangani kesulitan belajar siswa. Pengertian bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi Khusus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga membutuhkan layanan bimbingan belajar, yaitu:
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
- Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
- Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
- Prognosi
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
- Remedial atau referra
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
- Evaluasi
Cara manapun evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan yang telah diberikan terhapad pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
2.5 Pengembangan Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum” semula berarti “a running course, or race corse, especially a chariot race cource” yang berarti jalur pacu dan secara tradiosionalkurikulum disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang. Terdapat pula dalam bahasa Perancis “courier” artinya “to run” atau berlari. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian kurikulum:
- Saylor dan Alexander (1956:3) merumuskan kurikulum sebagai “the total effort of the school to going about desired outcomes in school and out of school situations” yaitu kurikulum tidak sekedar mata pelajaran tetapi segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
- Zais (1976) pengertian kurikulum yakni: (1) kurikulum sebagai program pelajaran; (2) kurikulum sebagai isi pelajaran; (3) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan; (4) kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah; (5) kurikulum sebagai rencana tertulis untuk dilaksanakan.
- pengertian kurikulum menurut pandangan lama yaitu kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Kurikulum lama berorientasi pengalaman masa lampau, tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas.
- Pendapat yang baru atau modern tentang kurikulum, yaitu kurikulum bersifat luas bukan saja terdiri dari mata pelajaran (courses) tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
Dari pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa, yakni:
- Peran konversatif, yaitu mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada generasi muda.
- Peranan kritis atau evaluatif, yaitu aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir kritis.
- Peran kreatif, yaitu menciptakan dan menyusun suatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.
Disamping memiliki peranan kurikulum juga memiliki fungsi yakni:
- Penyesuaian yaitu kemampuan individu menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara keseluruhan.
- Pengintergasian yaitu mendidk pribadi yang terintegrasi dengan masyarakat.
- Deferensiasi yaitu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat.
- Persiapan yaitu mempersiapkan siswa untuk dapat dapat melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi.
- Pemilihan yaitu memberi kepada seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik perhatiannya.
- Diagnostik yaitu membantu siswa memahami dan menerima dirinyasehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Proses pengembangan kurikulum ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan yang harus dilaksanakan dalam bidang pekerjaan tertentu. Pada dasarnya kurikulum dirancang dengan maksud mengembangkan siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranan itu. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 36 ayat 1 menyatakan pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Artinya kurikulum tidak boleh liar, tetapi harus berpedoman pada standar kurikulum nasional. Adapun pengembangan melebihi standar nasional hal itu adalah sesuatu yang dianjurkan, tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah dan potensi peserta didik.
Upaya pengembangan kurikulum untuk memperoleh mutu yang bersaing oleh institusi satuan pendidikan dapat melakukan perampingan dan perluasan kurikulum. Pengembangan kurikulum menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Sejalan dengan hal itu, langkah pengembangan kurikulum menurut Tyler (1949) mencakup aspek (1) tujuan sekolah; (2) pengalaman belajar sesuai dengan tujuan; (3) pengelolaan pengalaman belajar dan penilaian tujuan belajar sebagai komponen yang dijadiakan perhatian utama. Pada perkembangan selanjutnya, Taba (1962) mengembangkan model pengembangan kurikulum yang dapat dikatakan sebagai refleksi dan tradisi pengembangan kurikulum modern. Hankins dan Hammil (1995:19) mengemukakan langkah pengembangan kurikulum akan banyak bergantung pada peranan guru sebagai pengembang kurikulum.Lebih lanjut ditegaskan bahwa ada 7 langkah pengembangan kurikulum, yaitu:
- Mengembangkan langkah diagnosa kebutuhan (diagnosis of needs).
- Merumuskan tujuan (formulation of objectives).
- Menyeleksi konten (selection of content).
- Mengorganisasikan konten (organization of content).
- Menyeleksi pengalaman belajar (selection of learning experiences).
- Mengorganisasikan pengalaman belajar (organization of learning experiences)
- Mengevaluasi dan makna evaluasi (evaluation and means of evaluation).
Arah penyusunan dan pengembangan kurikulum berbasis kemampuan dasar yang akan dilakukan di sekolah di Indonesia, disusun dengan pendekatan efektif. Hasan (2002:3) mengemukakan model proses proses pengembangan kurikulum masa depan. Pengembangan kurikulum berangkat dari penetapan misi masa depan pendidikan yang akan melahirkan manusia yang diharpakan sesuai kualitas yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Untuk menetapkan visi masa depan tersebut disesuaikan dengan filsafat kurikulum, sehingga pada gilirannya standar kurikulum yang harus dikembangkan tersebut difokuskan pada kualitas pendidikan yang harus dikembangkan. Kerangka pengembangan kurikulum tersebut memuat tujuan sebagai sasaran kualitas peserta didik yang diharapkan, materi yang tertuang dalam silabus maupun bahan ajar, proses dalam kegiatan belajar mengajar, evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar, dan pedoman pelaksaan yang dipandang dapat diimplementasiakn dengan baik dan benar sesuai dengan standar yang ditentukan. Langkah pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan kurikulum berbasis kemampuan dasar yang akan menjadi arah kurikulum sekolah di Indonesia masa depan, pada hakekatnya mendasarkan pada standar tertentu sesuai yang diharapkan. Standar ini dapat berlaku secara nasional serta dapat berlaku di daerah masing-masing.
2.6 Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan hal baru di Indonesia dan belum banyak disosialisasikan apalagi tentang bentuk pelaksanaan dan sistem pendidikan tersebut. Pendidikan Inklusi sebenarnya merupakan model Penyelenggaraan Program Pendidikan bagi anak berkelainan atau cacat dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan tempatnya di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkautan. Latar belakang munculnya pendidikan inklusi ini karena terbatasnya Sekolah Luar Biasa (SLB) atau Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) yang masih sangat terbatas jumlahnya dan sebatas tempat tertentu yaitu baru ditingkat kecamatan, itupun milik swasta, sementara yang SLB Negeri berada di tingkat Kabupaten.
Pemerintah mengambil kebijakan untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi dengan tujuan memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki seoptimal mungkin. Tidak kalah pentingnya adalah untuk memudahkan layanan pendidikan anak cacat yang keberadaannya menyebar di berbagai daerah pedesaaan atau pelosok yang tidak berkesempatan sekolah di SLB. Memberi kesempatan kepada anak cacat untuk berintegarasi dengan anak normal baik dalam mengikuti pendidikan maupun adaptasi dengan lingkungannya sangat diperlukan, karena dasar dari pelaksanaan Pendidikan Inklusi sangat jelas yaitu UUD 1945, UU No. 29 Tahun 2003, juga dijelaskan pada UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacar, PP No. 72 Tahun 1991 tentang PLB dan SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003.
Penyelenggaraan pendidikan inklusi memang tidak sesederhana menyelenggarakan sekolah umum. Kenyataan di lapangan memerlukan sarana yang cukup, misalnya gedung sekolah dengan menyesuaikan kondisi anak. Peralatan pendidikan yang memadai, contoh bagi tuna netra perlu alat tulis Braille, tuna rungu perlu alat Bantu dengar, tuna daksa perlu kursi roda dan masih banyak lagi fasilitas yang harus disediakan dengan harapan anag cact dapat berkembang kemampuannya secara optimal.
Munculnya sekolah inklusi karena memiliki beberapa keistimewaan antara lain:
- Keberadaan anak cacat diakui sejajar dengan anak normal.
- Lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan diskriminasi.
- Memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa anak cacat pun mampu seperti anak pada umumnya.
- Anak yang berkelainan akan belejar menerima dirinya sebagaimana adanya.
- Anak cacat berkesempatan untuk berpartisipasi menunjukkan kemampuannya di lingkungan anak normal.
- Membutuhkan peganagan diri yaitu dengan belajar secara kompetitif, eksistensi anak cacat akan teruji dalam persaingan secara sehat dengan anak pada umumnya.
Direktorat LPB (2007:7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
- Kelas Reguler (inklusi penuh).
Anak berkelainan belajar bersama anak anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengann menggunakan kurikulum yang sama.
- Kelas reguler dengan cluster.
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out.
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out.
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dengan kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu di tarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian.
Anak berkelainan belajar didalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh anak berkelainan belajar didalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Keberadaan anak cacat (diffable) tak lepas dari peran serta tenaga ahli. Apabila pendidikan inklusi benar-benar diselenggarakan secara ideal setiap sekolah harus ada, sebab tanpa pengawasan dan penanganan secara khusus dapat berakibat fatal. Suatu contoh : anak cerebral Palsy (jenis tuna dasa) perlu dokter syaraf, orthopedic dan psikolog, sebab anak seperti ini memerlukan ketenangan jiwa sehingga mampu menjaga kondisi yang prima.
Konsekuensi dari penyelenggaraan program ini harus membutuhkan biaya yang mahal, sehingga idealnya pemerintah mengambil peran agar pendidikan ini dapat terlaksana dengan baik. Tentang masalah tenaga ahli dapat kerjasama dengan puskesmas atau rumah sakit terdekat antara departemen atau institusi dengan diperluas adanya SKB (Surat keputasan Bersama) para pejabat pemerintah. Dengan diselenggarakannya pendidikan Inklusi bukan berarti SLB (Sekolah Luar Biasa), sekolah terpadu dan SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) ditutup, akan tetapi dijadikan mitra kerja yang baik dengan penyelenggaraan sekolah inklusi, bahkan kalau perlu dijadikan laboratorium sekolah dan narasumber bagi guru-guru khusus yang mengajar di sekolah inklusi.
2.7 Teori Belajar
1. Teori Belajar Deskriptif
Teori belajar adalah deskriptif jarena tujuan utamanya memberikan proses belajar. Teori belajar menaruh perahatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar atau bagaimana seseorang belajar. Teori deskriptif adalah goal free (untuk memberikan hasil).
2. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan oerubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon.
Faktor lain yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Sebaliknya jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon juga akan tetap menguat.
3. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa saja yang dapat merangsang tejadinya kegiatan belajar. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar.
4. Teori Belajar Menurut Watson
Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar tidak perlu diperhitungkan.
5. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam kegiatan belajar hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan bilogis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
6.Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Menurut Guthrie, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis. Stimulus dan respon cenderung bersifat sementara. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar stimulus dan respon bersifat lebih tetap.
7. Teori Belajar Menurut Skinner
Menurut skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Skinner tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Skinner lebih percaya apa yang disebut sebagai penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memprkuat respon. Namun bedanya adalah bila penguat positif ditambah, penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respon.
8. Teori Belajar Kognitif
Menurut teori kognitif belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimiliki. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori belajar konitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar.
9. Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut piagaet, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu:
- Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
- Tahap preoperasional (umur 2-7 atau 8 tahun)
- Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
- Tahap operasional formal ( umur 11 atau 12-18 tahun)
10. Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi dan bukan ditentukan oleh umur. Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Menurut bruner, perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembanmgan kognitif. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap:
1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
11.Teori Belajar Menurut Ausubel
Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
12. Teori Belajar Konstruktivistik
Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru dituntut untuk lebih mengetahui jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan kata lain, hakekat kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
13. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi. Teori ini sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori humanistik lebih lebih banyak banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan. Beberapa tokoh penganut aliran humanistik antara lain:
a. Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar, yaitu; pengalaman konkret, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
b. Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi empat yaitu; aktifis, reflektor, teroris, dan pragmatis.
c. Hubermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar yaitu; belajar teknis, belajar praktis, dan belajar emansipatoris.
d. Bloom dan Krathwohl, dengan tiga kawasan tujuan belajar yaitu; kognitif, psikomotor, dan afektif.
e. Ausubel, walaupun termasuk juga kedalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaningful learning).
14. Teori Belajar Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakanteori belajar yang relative baru disbanding dengan teori-teori belajaryang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Menurut teori belajar sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini lebih mementingkan system informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendeketen-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler, dan Snowman, Baine, dan Tennyson.
Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengn mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
2.8 Teori Pembelajaran
1. Teori pembelajaran Koneksionisme dari Edward L. thorndike
Dalam studi Thorndike memandang bahwa prilaku sebagai suatu respon terhadap stimulus dalam lingkungan. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, munculah hukum penaruh atau “Law of effect”. Hukum pengaruh ini menyatakan, bahwa jika suatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan bahwa tindakkan itu akan diulangi dalam situasi yang serupa akan lebih besar. Seseorang pada suatu saat memegang peranan penting dalam menentukan prilaku orang itu selanjutnya.
2. Teori kondisioning klasik dari Ivan P. Pavlov
Teori ini didasarkan atas reaksi sistem tak terkontrol dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem urat syaraf serta gerak reflek setelah menerima stimulus dari luar. Metode kondisioning klasik Pavlov dapat digunakan untuk mengukur proses pembelajaran dalam 3 bentuk, yaitu: amplitude, latency, dan reseintence to extinction. Percobaan pavlov terbukti bahwa stimulus yang diberikan dapat menghasilkan rangsangan sesuai dengan kondisi yang diberikan.
3. Teori prilaku Hypothetico-deductive dari Clark L. Hull
Belajar menurut pandangan Hull merupakan perubahan tingkah laku melalui kekuatan kebiasaan. Peranan penguatan sangat diperlukan untuk terjadinya respon, dengan memperhitungkan faktor kelelahan. Hull menggambarkan bahwa belajar merupakan pembentukan antara respon dengan stimulus. Dalam hasil penelitian Hull menyimpulkan bahwa belajar terjadi tidak dengan sekali pecobaan, terjadi melalui proses pengulangan, dan terjadi karena adanya kebutuhan terhadap lingkungan untuk kelangsungan hidup. Maka belajar merupakan penguatan dengan maksud makin banyak belajar, makin banyak penguatan dan motivasi akan semakin besar untuk menuju keberhasil belajar.
4. Teori pembelajaran operant conditioning dari B. F. Skinner
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus, tidak ada faktor perantara. Tingkah laku atau respon tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Skinner belajar adalah perubahan dalam prilaku yang dapat diamati dalam kondisi yang dikontrol secara baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam teori ini ditekankan perlunya penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil belajar.
5. Prinsip teori pembelajaran dari Bulgenski
Belajar menurut Bulgenski tidak hanya atas keinginan guru atau yang harus dilaksanakan oleh guru, akan tetapi harus didasarkan oleh pengalaman, karakteristik keahlian siswa. Dalam mengidentifikasikan pengajaran terdapat empat prinsip utama menurut Bulgenski: prinsip perhatian, waktu untuk kegiatan belajar, model untuk belajar, dan kontrak hasil belajar. Keempat prinsip perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam merancang, melaksanakan proses pengajaran agar hasil belajar dapat membentuk perubahan tingkah laku menjadi optimal.
6. Modifikasi prilaku dan operant conditioning
Modifikasi prilaku dalam pendidikan mengemukakan bahwa kontrol yang positif mengandung sikapyang menguntungkan terhadap pendidikan dan akan lebih efektif bila digunakan. Dengan Three Term Contigency, peranan utama pendidik adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku yang diinginkan saja yang diberikan penguatan. Pendidik hendaknya melakukan catatan dari kemajuan siswa sehingga dapat dilakukan perubahan program yang dilakukan siswa.
7. Teori belajar matematis
Teori belajar matematis merupakan metode penyusunan teori tertentu yang benar-benar cocok dengan teori belajar lainnya, untuk melihat kognitif, asosiasi, respon dan lain-lain. (Atkitson, Bower, dan Crother). Model pembelajaran matematis memberi kontribusi terhadap perkembangan psikologi belajar dan mengurangi kontroversi tentang permasalahan di sekitar psikologi belajar, karena data yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan sistematis. Kontribusi utama teori belajar matematis adalah mengenai proses belajar sebagai pengolahan informasi bukannya asosiasi stimulus dan respon.
8. Teori pembelajaran pengolahan informasi
Teori informasi psikologi muncul dari temuan dan modifikasi dari teori matematika, yang disusun oleh para peneliti untuk menilai dan meninngkatkan penggiriman pesan. Pembelajaran di kelas merupakan teori proses informasi yang berkaitan secaara langsung dengan proses kognitif. Teori informasi memberikan persfektif baru pada pengolahan pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Dalam teori pengolahan informasi terdapat persepsi, pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka panjang. Teori ini mengajarkan kepada siswa siasat untuk memecahkan masalah.
9. Teori pembelajaran konstruksi kognitif
Teori belajar konstruk kognitif merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses pertumbuhan kognitif. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan repon dari efek stimulus. Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
10. Teori pembelajaran analisis tugas
Teori pembelajaran analisis tugas merupakan teori pembelajaran yang didasarkan atas dua peristiwa, yaitu hubungan antara perkembangan pikologi sipil dan militer, dan berkaitan dengan hubungan antra latihan dan pendidikan. Dalam teori pembelajaran ini segala kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran harus dirancang dengan tugas-tugas yang akan dilakukan secara jelas. Gagne menggambarkan 4 aspek dari proses pendidikan, antara lain: rencanakanlah tujuan pembelajaran dan gambaran kemampuan yang harus dimiliki siswa, aturlah situasi belajara sehingga siswa termotivasi belajar, rencanakanlah dan ujilah prosedur pengajaran, dan pilihlah media yang dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran.
2.9 Contoh RPP
Berikut ini merupakan contoh dari penyusunan RPP, yaitu sebagai berikut:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
A. Identitas
Nama Sekolah : ...................................
Mata Pelajaran : ...................................
Kelas, Semester : ...................................
Standar Kompetensi : ...................................
Kompetensi Dasar : ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu : ..... x ... menit (… pertemuan)
B. Tujuan Pembelajaran
C. Materi Pembelajaran
D. Metode Pembelajaran
E. Kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah :
Pertemuan 1
1. Kegiatan Awal
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Penutup
Pertemuan 2
4. Kegiatan Awal
5. Kegiatan Inti
6. Kegiatan Penutup
Pertemuan 3. dst
F. Sumber Belajar
G. Penilaian
Mengetahui
Kepala Sekolah..................., Guru Mata Pelajaran,
.................................. ............................
NIP. NIP.
Langganan:
Komentar (Atom)